Merawat Hutan Mangruve Demi Ekologi Wilayah Pesisir Yang Berkelanjutan



Indonesia merupakan negara yang besar, baik luas wilayah maupun jumlah pendudukanya. Dengan anugerah tuhan yang telah di berikan kepada bangsa dan negara kita, dengan suku bangsa serta bahasa terbanyak di dunia, negara kepulauan terbesar didunia dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia.
Begitu pula dengan bentang alam yang sangat luar biasa, baik daratan maupun perairan dengan keanekaragaman flora dan fauna didalamnya. Namun, kerusakan lingkungan tidak terbantahkan terjadi di negeri ini, baik karena ulah manusia sendiri maupun karena bencana yang hadir kepada kita walaupun itu semua adalah cara tuhan untuk mengingatkan kita yang tak mampu memakmurkan buminya.
Ekosistem mangrove adalah tulang punggung perekonomian Indonesia karena menyumbang lebih dari 40 trilyun rupiah per tahun dari iase perikanan budidaya (KKP, 2015). Nilai tersebut menempatkan Indonesia sebagai raksasa perikanan dunia bersama-sama dengan China dan India (FAO, 2016).
Mangrove merupakan sumber daya alam daerah tropika yang mempunyai mamfaat ganda. Besarnya peranan tanaman mangrove bagi kehidupan, dapat diketahui dari banyaknya manfaat mangrove.
 Biro Humas Kementerian LHK. Indonesia memiliki ekosistem mangrove terluas di dunia serta memiliki keanekaragaman hayati yang paling tinggi. Dengan panjang garis pantai sebesar 95,181 km2, Indonesia mempunyai luas mangrove sebesar 3.489.140,68 Ha (tahun 2015). Jumlah ini setara dengan 23% ekosistem mangrove dunia yaitu dari total luas 16.530.000 Ha. Dari luas mangrove di Indonesia, diketahui seluas 1.671.140,75 Ha dalam kondisi baik, sedangkan areal sisanya seluas 1.817.999,93 Ha sisanya dalam kondisi rusak. Data ini dikemukakan oleh Direktur Bina Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial, Antung Deddy Radiansyah.
Hutan mangrove memiliki multifungsi, berfungsi secara ekonomi dan berfungsi secara proteksi maupun konservasi, baik itu buah, kayu, maupun daun, semuanya adalah hal-hal yang sangat bermanfaat.
Tidak semua masyarakat, bahkan pemerintah memahami fungsi tersebut dalam melestarikan mangrove yang ada di sekitarnya. Mangrove merupakan wilayah pesisir yang memiliki ekosistem transisi karena dipengaruhi daratan dan lautan. Hutan ini memiliki ekosistem sendiri dan memiliki fungsi ekologis yang luar biasa.
Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, juga menjadi tempat pemijahan dan asuhan (nursery ground) berbagai macam biota. Dengan mangrove pula, warga pesisir aman dari abrasi pantai, amukan angin topan, dan tsunami.
Dalam konteks perubahan iklim saat ini, ekosistem mangrove menjadi sangat penting untuk dilestarikan karena memiliki nilai strategis dalam menyimpan karbon atau mengurangi emisi karbon dioksida, dampak positifnya mulai dari meningkatnya perekonomian, ketersedian udara bersih, mencegah banjir rob dan tempat berkembangnya biota laut.
“Kerusakan ekosistem mangrove di banyak pulau, terutama pulau kecil terluar di Indonesia akan menyebabkan hilangnya atau tenggelamnya keutuhan kedaulatan negara,” kata Prof Cecep di Bogor, Jumat.
Ia menjelaskan, mangrove memiliki banyak fungsi spesifik yang keberlangsungannya bergantung pada dinamika yang terjadi antara ekosistem daratan dan lautan. “Salah satu fungsi mangrove sebagai proteksi terhadap abrasi, pengendalian intruksi air laut,” katanya.
Dikatakannya, berdasarkan informasi terakhir dari Departemen Kelautan dan Perikanan, Indonesia mempunyai 92 buah pulau kecil terluar yang memiliki perbatasan wilayah laut dengan 10 negara yakni Malaysia, Singapura, Australia, Timur Leste, Thailand, Vietnam, Papua Nugini, Palao dan Filiphina. “Keberadaan pulau-pulau ini bergantung pada hutan mangrove yang tumbuh di garis pantai sekeliling pulau-pulau tersebut,” katanya.
Pulau kecil ter­luar Indonesia itu menjadi titik pangkal terluar untuk batas Laut Teritorial, Zona Tambahan, Zona Ekonomi Ekslusif dan Landasan Kontinen wilayah Indonesia dengan batas wilayah laut negara lain.
Kerusakan ekosistem mangrove di banyak pulau, terutama pulau kecil terluar, menyebabkan hilangnya atau tenggelamnya keutuhan kedaulatan negara, terjadi pengurangan wilayah serta mengurangi ekonomi dan sosial budaya negara.


Seperti yang terdapat di Desa Bagan Kuala, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai. Salah satu pulau kecil dan terluar yang terdampak dari kerusakan mangrove dan abrasi pantai yakni Pulau Berhala, pulau indah nan eksotis serta tidak berpenghuni itu, merupakan Pulau yang masuk dalam wilayah adminstrasi Kabupaten Serdang Bedagai yang berbatasan langsung dengan perairan Malaysia.
Ketika penulis bersama dosen dan mahasiswa lainnya pada akhir 2017 lalu di lokasi tersebut, ini merupakan kali kedua kami datang dan melaksanakan kegiatan KKN (Kuliah kerja nyata)  yang sebelumnya di lakukan pada akhir tahun 2016. Dari kesempatan yang pertama itu, kami memutuskan untuk mendukung dan membantu masyarakat pesisir untuk mengembalikan ekosistem pesisir dengan menjadikan desa tersebut menjadi desa binaan jurusan berkuliah saya.
Karena memang kondisi pesisir daerah itu sangat mengkhawatirkan, kerusakan ekosistem mangrove yang sangat luar biasa, bahkan dari keterangan masyarakat ketika saya ajak berdialog mereka mengatakan dulunya daerah pesisir ini memiliki pasir putih, dan mereka menunjuk salah satu bangunan yang masih nampak jelas itu benar-benar merupakan puingan bangunan dari sebuah rumah, itu dahulunya adalah rumah masyarakat dan merupakan sebuah kampung.
Namun, sekarang itu menjadi cerita kepiluan masyarakat pesisir, yang hari demi hari ombak lautan menjadi ancaman bagi tempat tingal mereka, terlebih ketika sedang beristirahat di malam hari. Bahkan abrasi yang telah terjadi sudah sampai 2 KM (Kilo Meter) memakan bibir pantai, secara tidak langsung juga telah berkurangnya wilayah (territorial) Negara kita, ini berpotensi akan terjadinya klaim terhadap Pulau Berhala oleh Malaysia karena semakin berkurangnya wilayah pesisir tersebut.
Tidak sampai di situ, masyarakat mulai merasakan kerugian lebih dari rusaknya ekosistem mangrove, salah satunya adalah berkurangnya tangkapan hasil laut yang notabene itu merupakan mata pencaharian bagi masyarakat pesisir.
Dengan kondisi ironis yang di rasakan masyarakat pesisir ini, perlahan-lahan mulai menyadarkan dan mengubah orientasi berpikir masyarakat pesisir tersebut, masyarakat mulai sadar akan pentingnya menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove.


Upaya yang dilakukan masayarakat pesisir yakni dengan cara menanam pohon mangrove, membuat tanggul dari bambu untuk menahan terjangan ombak yang dapat merusak pohon mangrove yang baru saja kami tanam, dalam dua kesempatan tersebut kami berhasil menanam sebanyak 1.500 bibit mangrove kali pertama dan 10.000 bibit mangrove pada kesempatan yang kedua, itu kami dapatkan dari hasil kerja sama yang di lakukan pihak jurusan dengan Dinas Kehutanan Kota Medan.
Ini perlunya perhatian kita semua untuk memulihkan kembali ekosistem mangrove yang telah rusak. Semoga kita semua kian sadar betapa pentingnya terus menjaga dan melestarikan wilayah pesisir untuk kelangsungan hidup dan kesejahteraan masyarakat pesisir itu sendiri.




Komentar

  1. Banyak hutang mangrove sekarang isinya sampah plastik, miris bgt bang. Belom lagi yg di tebangi untuk di jadi kan permukiman ataupun tambak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Merawat hutan mangrove baik dengan cara rebisasi atau lainnya, dampak positifnya bnyak sekali bg, dri hsil perawatan bsa di jadikan tmpt wisata, dan masyarakt merasakan indahnya lingkungan di daerah mangrove, selain itu masyarakat tidak resah lg dengan adnya dmpk negatif dri kerusakan yg terjadi di hutan mangrove

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BISNIS BERGARANSI 100% MAMA PARFUME INDONESIA

Dinamika Kehidupan Mahasiswa