Desaku Tanggungjawabku



Persoalan kesenjangan pembangunan, baik fisik maupun nonfisik dan perekonomian masyarakat di Pulau Jawa dengan Pulau-pulau lainnya di Indonesia tidak dapat di bantahkan. Namun di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla hendak mengentaskan persoalan kesenjangan-kesenjangan tersebut yang tertuang dalam program Nawa Cita-Nya. Salah satu agenda prioritasnya adalah membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembangunan Indonesia tidak lagi berpusat di Kota-Kota besar saja, telebih berpusat di pulau jawa (jawa sentris) tetapi justru diharapkan pembangunan dari desa-desa dapat mempercepat pembangunan negara Indonesia.
Terbitnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) telah membuka sebuah era baru dalam pembangunan di Indonesia. Undang-Undang ini memberikan peluang besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya di wilayah perdesaan. Desa kini menjadi subyek yang berperan aktif sebagai motor penggerak pembangunan.
Namun dengan ketidaksiapan aparatur desa serta mental-mental masyarakat kita dewasa ini, sehingga banyak di temukan penyalahgunaan anggaran dana desa, yang seharusnya dapat menjawab persoalan-persoalan yang ada di desa selama ini, kian malah membuka keran baru korupsi.
Pemberitaan kasus korupsi silih berganti sejak awal dana desa ini di gelontorkan, hal ini sebenarnya ditenggarai oleh apa yang sudah penulis utarakan di atas baik dari kurangnya pengawasan dari pemerintah dan adanya sikap abai masyarakat desa terhadap dana desa yang mengucur dengan deras ke desa mereka sehingga lancung terjadi tindakan penyalahgunaan dana desa oleh aparatur desa tersebut.
Terlepas dari persoalan dan polemik terhadap dana desa dan implementasinya dewasa ini sebenarnya penulis menitikberatkan perhatian terhadap keadaan pemerintah yang saat ini sedang jor-joran melakukan pembangunan fisik yang menjadi perhatian penulis adalah pemerintah dengan program-program mulianya untuk memberikan keadilan dan kesejahteraan sosial dan pembangunan untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
 Seperti bunyi dari lagu Indonesia Raya “bangunlah jiwanya bangunlah badannya untuk indonesia raya” di sinilah kealpaan atau lebih tepatnya pemerintah telah melupakan dari pembangunan non fisik.
Maka hal demikian patutlah terjadi mengapa karena di saat pemerintah sedang getol-getolnya melakukan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah indonesia dan mengucurkan miliaran dana desa untuk desa-desa di indonesia. Lantas hal ini tidak berjalan sesuai dengan harapan dan cita-cita awal program pemberian dana desa ini, karena mengingat ditemukan berbagai persoalan di lapangan hal ini didukung dengan ketidaksiapan aparatur desa serta juntak-juknisnya yang menurut penulis belum dapat sepenuhnya dipahami oleh aparatur desa.
Maka sebelum hal ini dilakukan semestinya pemerintah lebih memprioritaskan pembangunan non fisik, dari pada pembangunan fisik, karena apa ? dengan banyaknya pembangunan infrastruktur di sana-sini belum tentu masyarakat kita dapat mengambil manfaat dan merasakan langsung dari pembangunan infrastruktur tersebut. Paling tidak jalan yang ditempuh oleh pemerintah hari ini adalah adanya pembangunan fisik harus dibarengi juga dengan pembangunan non fisik.
Sehingga masyarakat khususnya pemuda dapat melihat potensi-potensi yang ada di desa mereka untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut dalam mewujudkan pembangunan dan kemandirian perekonomian dari keberlanjutan desa mereka karena saat ini pemuda lah yang memiliki energi besar yang semestinya harus turut andil bagian dalam mengembangkan dan memajukan desa mereka.

Peran pemuda membangun desanya
Presiden pertama RI Ir. soekarno pernah berkata “jika kita ingin melihat masa depan suatu bangsa maka lihatlah pemudanya sekarang” hal ini mengingatkan kita bahwa pemuda sebagai tunas harapan bangsa dan calon pemimpin bangsa, ini kedepannya dan semestinya harus menjadi motor penggerak dari perubahan bangsa ini.
Dalam persoalan kali ini terkait aliran dana desa dan keadaan pemuda desa dalam mengawasi aliran dana desa tersebut secara tidak langsung mereka juga turut andil dalam ke tidak berjalan mulus nya realisasi dana desa tersebut.
Terlebih pemuda desa hari ini tidak memiliki rasa “kepemilikan” terhadap desa mereka sehingga tidak ada kesadaran serta tanggung jawab untuk mengawasi aliran dana desa, membangun dan memajukan desa yang menjadi tempat kelahirannya.
Mengapa penulis mengatakan hal demikian ? karena mengingat pemuda desa, contohnya di desa tempat penulis, kebanyakan pemuda desa terjebak ke persoalan pendidikan dan terjerumus pada aktivitas-aktivitas negatif yang sebenarnya merugikan dirinya sendiri bahkan dapat menyebabkan kerugian juga kepada orang lain, termasuk penyalahgunaan obat-obatan terlarang (narkoba), hal ini sudah tidak dapat dinafikkan bahwa peredaran narkoba tidak hanya beredar di kota-kota besar bahkan sudah masuk ke desa-desa terpencil.
 Muaranya adalah ketika pemuda desa yang hari ini tidak bekerja (pengangguran) ketika sedang ingin mengkonsumsi barang haram tersebut, pertanyaannya adalah dari mana mereka uang untuk membeli barang haram tersebut ? maka yang terjadi adalah mereka akan ditabrakkan dengan aktivitas haram lainnya yakni mencuri.
 Disini dapat menjadi gambaran kecil dari ketidakmerasaan “kepemilikan” terhadap desanya, bagaimana mungkin mereka merasa memiliki desa tersebut yang mereka sama sekali tidak pernah berkontribusi terhadap pembangunan dan kemajuan desa tersebut malah melakukan aktivitas-aktivitas haram di desa mereka sendiri.
 Disinilah peran pemerintah seharusnya jika ingin tetap menjaga asa dan melihat program dana desa tersebut berjalan sesuai dengan harapan dan cita-cita awalnya. Maka dalam hal mengedukasi pemuda desa hari ini menjadi sebuah keniscayaan untuk dilakukan pemerintah atau instansi instansi terkait dengan dana desa, pembangunan desa dan kepemudaan untuk saling bersinergi, menciptakan dan membangun rasa kesadaran atas kepemilikan desa mereka.
Sehingga akan terbangun rasa kepemilikan itu,  rasa tenggang dan tanggung jawab pemuda untuk turut ambil bagian dalam mengawasi aliran dana desa tersebut, membangun desa dan memajukan desa. Hal ini juga semestinya didukung oleh aparatur desa untuk memberikan sebagian kecil dana desa tersebut untuk memberdayakan, untuk berkegiatan pemuda dan masyarakat desa.
Sehingga akan terbangun keharmonisan kolektif untuk memiliki visi misi yang sama dalam membangun dan memajukan desa mereka. Terlebih akan tercipta check and balance dengan aparatur desa dengan pemuda dan masyarakatnya. Maka bisa bersama-sama memanfaatkan kucuran dana desa untuk direalisasikan dengan sungguh-sungguh dan penuh rasa kepemilikan dan pertanggungjawaban untuk membangun, memajukan serta melihat potensi-potensi yang ada di desa mereka untuk dimanfaatkan dan dimaksimalkan menjadi komoditas unggulan dari desa mereka untuk dipasarkan sehingga kedepannya pemuda dan masyarakat desa dapat merasakan benefit dari hal ini dan muara akhirnya, desa dapat lebih mandiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BISNIS BERGARANSI 100% MAMA PARFUME INDONESIA

Merawat Hutan Mangruve Demi Ekologi Wilayah Pesisir Yang Berkelanjutan

Dinamika Kehidupan Mahasiswa